Jurnalisme Sastrawi: Seperti Novel tapi Fakta

Tegalboto – Unit Kegiatan Pers Kampus Mahasiswa (UKPKM) Tegalboto mengadakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) yang tahun ini mengusung tema “Reportase dan Kepenulisan Jurnalisme Sastrawi”. PJTL diadakan selama dua hari dimulai tanggal 14 s.d. 15 September 2019 di ruang pertemuan UPT Perpustakaan, Universitas Jember.

Kali ini UKPKM Tegalboto menggandeng Alfian Hamzah sebagai pemateri. Saat ini Alfian menjabat sebagai direktur PT Indopress. Karyanya yang terkenal mengenai jurnalisme sastrawi adalah Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan. Ia meliput perang di Aceh, dan hasil liputannya dimuat di majalah pantau.

Alfian Hamzah menyampaikan materi pada peserta. Foto: Diyah/TB

Lalu apakah jurnalisme sastrawi itu? Alfian hamzah mengatakan bahwa jurnalisme sastrawi merupakan tulisan jurnalistik dengan gaya menulis seperti novel. “Menulis jurnalisme sastrawi itu seperti nulis novel, tapi semuanya faktual, tidak ada rekayasa apapun.” terang Alfian.

Acara berlangsung dengan Alfian Hamzah menjelaskan, dimulai dari elemen-elemen jurnalistik, hal dasar yang harus diketahui dalam hal jurnalistik, dan dilanjutkan dengan penjelasan jurnalisme sastrawi. Kemudian Alfian menunjukkan beberapa contoh tulisan jurnalisme sastrawi dan memutarkan video tentang teknik reportase.

Alfian mengungkapkan yang membedakan tulisan jurnalisme sastrawi dengan tulisan jurnalistik yang lain adalah dalam hal pembabakan. Di dalam jurnalisme sastrawi terdapat pembabakan yang mendetail namun tidak bertele-tele. Bahkan dalam jurnalisme sastrawi, suara atau percakapan ditulis dengan sebenar-benarnya seolah pembaca melihat dan mendengarkan kejadian secara langsung.

“Tulisan bagus itu ketika dibaca keras enak didengar, dan ketika dibaca oleh orang yang sakit gigi saat menunggu di ruang tunggu dokter, sakitnya bisa hilang, dan jika dibacakan pada orang buta, orang buta itu seperti bisa melihat.” ujar Alfian.

Setelah penyampaian materi, acara diteruskan dengan tanya jawab, dan berakhir pemberian tugas mengenai jurnalisme sastrawi tentang kejadian kematian Irma bule. Keesokan harinya tulisan para peserta dievaluasi dan diberikan masukan-masukan.

Peserta mengajukan pertanyaan pada Alfian Hamzah. Foto: Diyah/TB

Alfian selalu mengatakan menjadi jurnalis itu harus berani bertanya dengan narasumber, terutama dalam jurnalisme sastrawi yang reportasenya sangat lama bahkan bisa bertahun tahun, guna menggali informasi yang mendetail. “lebih baik kita terlihat bodoh di depan narasumber, daripada terlihat bodoh di depan pembaca” kata Alfian.

Aninditya Ardana, salah satu peserta mengatakan penyampaian materi sangat mudah dipahami, bukan hanya masalah kepenulisan yang dibahas tapi juga isu isu kampus. Diskusi pun juga berjalan dengan baik, antara peserta dan pemateri aktif bertanya dan menjawab pertanyaan. “Seru, pematerinya luwes dan malah seperti teman ngobrol, sehingga materi sangat mudah dipahami. Dari dulu ikut pelatihan jurnalistik tapi belum ada yang mengupas jurnalisme sastrawi seperti yang diadakan UKPKM Tegalboto.” ungkap Aninditya salah satu peserta dari Sastra Inggris, Universitas Jember. Ia berharap UKPKM Tegalboto dapat kembali mengadakan pelatihan jurnalistik dengan ide-ide terbaru.[]

Penulis: Uswatun Khasanah
Editor: Endah Prasetyo

Leave a Reply