Di tengah keheningan malam
yang sunyi, terhamparlah seorang di bawah
rembulan pucat.
Wajahnya terpukul oleh beban
yang tak terlihat, langkahnya terombang-ambing
di lautan pikiran.
Ketika rembulan menangis
Air mata berkilauan di langit gelap,
menyisakan jejak-jejak kepedihan
di setiap sudut hati.
Seseorang itu terus meraba-raba di dalam kegelapan,
menyusuri lorong-lorong pikiran
yang menjadi catatan dalam kisah perjuangan abadi.
Dibalik senyumnya yang pahit,
tersimpan cerita panjang.
Di antara gemuruh dunia yang tak henti
menghantam, ia pun menari di atas reruntuhan
kegagalan.
Ketika rembulan menangis
Ia masih bertahan, menyeka air matanya
dengan tangan yang gemetar, mencari sinar
dibalik awan kelam.
Menjalin harapan di antara rerumputan yang layu.
Dalam kepedihannya
Ia menemukan kekuatan, menyulam mimpi-mimpi
yang terluka menjadi kenyataan.
Ketika rembulan menangis
Ia pun membawa keberanian
Siap berdiri kembali,
menjadi cahaya di tengah
malam yang kelam dan sepi.
Penulis: Wulan Faradila
Ilustrasi: Anabela Septyana
Pers Tegalboto
Menuju Pencerahan Masyarakat