Perihal masalah yang tak pernah benar-benar selesai hanya beralih pada objek yang lain dan muncul masalah-masalah yang baru lagi. Segala peristiwa datang dan tumpang tindih dalam waktu yang bersamaan di kehidupan manusia.
Tegalboto – Gelanggang merupakan komunitas teater independen yang dikenal berandalan dalam pertunjukan yang mereka tampilkan. Sabtu (30/11/2019), komunitas tersebut menampilkan produk teater ke 11 mereka dengan judul Blank. Produk teater ini disutradarai oleh ketua suku Gelanggang, Ahmad Siddiq Putra Yuda.
Malam itu dingin. Jember baru saja diguyur hujan deras sorenya. Saya sampai di Fakultas Ilmu Budaya jam 19.00 WIB sesuai waktu yang ditentukan oleh tiket seharga Rp.20.000. Semua orang ramai menunggu di lapangan futsal depan panggung terbuka. Ada yang duduk di pinggiran, ada yang asyik berfoto-foto, ada yang ngobrol, ada pula yang saling bergandengan tangan. Sekitar pukul 19.30, pertunjukan dimulai oleh sambutan produser teater. Dilanjut pukul 20.00 untuk reparasi tiket. Saya menuliskan daftar hadir, nama, dan fakultas lalu mendapatkan selembar koran untuk alas duduk.
Ketika masuk saya melihat ada banyak botol dengan lebel kemasan di dalamnya digantung menggunakan benang. Cahaya bulan cukup terang malam itu, pohon-pohon mengelilingi panggung terbuka. Saya menggelar selembar koran yang tadi saya dapatkan, duduk di tengah-tengah panggung pertunjukkan, tepat di bawah botol-botol yang menggantung.
Ada 3 aktor dalam pertunjukan ini. Dua orang lelaki, dan satu orang perempuan. Tepat di depan saya ada aktor perempuan yang bernama Chindy. Dia memakai kaos dan celana jeans selutut. Rambutnya digerai dan separuhnya diikat. Chindy duduk bersila di atas kotak kayu berbentuk persegi. Di depannya ada batu besar dan di samping kirinya ada godam yang tergeletak. Di pojok paling belakang sebelah kiri tempat saya duduk, ada aktor lelaki yang hanya memakai sempak, dia berada dalam bilik seperti kamar mandi, di situ ada ember yang berisi air, gayung, sabun, dan lengkap dengan peralatan mandi lainnya. Nama aktor itu Aldy. Sedangkan di samping kanan saya ada aktor lelaki yang bernama Jody. Dia bertelanjang dada, memakai celana jeans panjang. Jody terbaring di atas alas kotak kayu, sedang di depannya ada cermin besar berukuran 2m x 1,5m.
Pertunjukan dimulai. Aldy di bilik kamar mandi sedang bermain sabun sembari bernyanyi.
“Aku tau, diam-diam kamu mencuri pandang ke arahku. Kadang kita beradu muka tapi kita pura-pura tidak kenal” begitu ucap Chindy bangkit dari tempat duduknya. Berdiri di tempat, sambil memikul godam di bahunya. Dia mengajak ngobrol Aldy. Suaranya cempreng khas wanita.
“Mungkin kita saling menyukai tapi tidak saling mencintai” saut Aldy.
“Aku malu dilihatin terus tau” kata Chindy.
“Kamu pikir aku ngga malu? Kamu lo, juga lirik-lirik aku. Kita memang saling kenal, tapi masing-masing dari kita tidak punya keberanian untuk memulai sebuah sapaan”
“Aku tidak ingin kamu mencintaiku karena aku menarik” balas Chindy.
“Aku tidak mencintaimu karena kamu menarik. Aku hanya sulit membedakan apakah aku menyukaimu atau hanya ingin menguasaimu” balas Aldy sambil menjutkan adegan mandinya.
Byurrr, krucukkkk krucukkkkk, byuurrr
Aldy mengguyurkan air berkali-kali ke seluruh bagian tubuhnya. Lelaki itu benar-benar mandi, sempaknya basah oleh air. Selesai mandi dia membersihkan badannya dengan handuk.
“Chin, sudah aku putuskan bahwa aku adalah manusia” teriak Aldy.
“Sudahlah berhenti mengigau, kamu tidak sedang bangun tidur” sahut Chindy.
“Iya, tapi kata Nietzsche, aku ini manusia. Aku memutuskan mengatakan ya, dan aku bersepakat sama Nietzsche”
Selang beberapa saat lampu padam. Sorotan lampu berganti di tempat Jody yang berbaring di depan cermin ukuran 2m x 1,5m.
Jody terbangun dari tidurnya, berdiri mondar-mandir sambil menggaruk nggaruk kepala. Wajahnya menoleh ke samping kanan, kiri, atas, dan bawah. Rambut hitamnya belah tengah, keningnya mengkerut, wajahnya serius, matanya tajam dan fokus. Lalu Jody mulai bermonolog.
“Dalam benakku aku ingin mengucap astaghfirulloh dan berkat Yesus sang bapa berkatilah nyawa sapi. Mungkin aku ingin mengatakan semua yang hidup di bumi ini sudah sewajarnya mengalami chaos, dan aku ingin menerima chaos itu meskipun bentuk penerimaan itu adalah sebuah usaha yang tak kunjung usai” ucap Jody lantang. Sembari berucap, tangannya menunjuk nunjuk ke penonton. Raut mukanya serius dan terlihat geram, tatapan matanya begitu tajam.
Adegan berganti. Chindy berdiri dari tempat duduknya, berbalik lalu berjalan ke luar panggung. Dia berdiri di sana cukup lama sambil mengambil kucing liar yang tak sengaja berjalan di sampingnya. Musik berdentum. Chindy pelan-pelan berjalan ke arah Aldy dengan membawa kucing liar dan godam. Godam itu diserahkan ke Aldy yang kemudian berjalan ke depan. Sedangkan kucing liar tadi di letakkan sembarangan. Aldy berdiri tepat di depan saya dan memukul batu besar dengan godam sampai godam itu terlepas dari pegangannya, lalu dia berjalan pergi.
Tiba-tiba Chindy masuk panggung pertunjukkan lagi. Dia berlari ke arah penonton lalu berjoget-joget sambil bernyanyi.
I say the kontol sama loe semua, ngentod ngentod sama loe semua.
Nyanyian itu menimbulkan gelak tawa para penonton.
Adegan berlanjut, Aldy dan Jody berjalan ke arah botol yang tergantung, sambil bernyanyi bintang kecil, mereka memotong senar pengait botol yang membuatnya jatuh hampir mengenai tanah. Namun tetap saja membuat penonton kelabakan, membuat mereka berpindah tempat.
Penonton disuruh berbalik badan untuk melihat ke luar panggung. Tepat di sisi pintu masuk, penonton di suguhkan pertunjukan teater Anatomi Botol di layar LCD. Saat asyik menonton, tiba-tiba terdengar suara sound musik yang keras, membuat beberapa penonton menutup kuping. Ketika kami membalikkan badan, Chindy sudah meliuk-liukkan tubuhnya dengan sexy di tengah nyala api yang berkobar-kobar. Musik berhenti, Chindy mengakhiri tariannya sekaligus menjadi penutup dari teater Blank.
Acara usai dilanjutkan sesi apresiasi, kami disuguhi air mineral gelasan, kopi dan kripik singkong manis.
Sesi apresiasi di mulai dengan Yuda batuk-batuk yang cukup lama, “Uhuukkk,uhuuuk uhuuuk … ” begitu saya lihat dia batuk-batuk sambil sesekali mendongakkan kepala. Dia mengenakan kaos berwarna hitam dengan bertuliskan “gelanggang”. Celananya sobek-sobek. Rambutnya rapi gaya potongan lelaki. Dia duduk bersila. Tangannya memainkan sebotol air mineral gelasan.
“Minum dulu, minum dulu. Ngeblank kamu?” begitu kata Moderatornya untuk mencairkan suasana.
“Iya Blank” jawab Yuda singkat sambil nyengir.
Ia menyelesaikan batuk terakhirnya dan melanjutkan berbicara “Uhuukk..”
“Halo selamat malam teman-teman, pertunjukan ini mulai digarap tanggal 8 Oktober. Lalu dipertunjukan ini yang berjudul Blank, saya bekerja dengan tiga orang ator, Jody, Aldi, Chindy, dan beberapa crew lainnya. Lalu pertunjukan Blank ini berangkat dari ilusi bahasa. Bahasa bukan lagi alat komunikasi tapi dia bersifat provokatif” begitu ungkap Yuda suaranya sedikit tercekat menahan batuknya.
Chindy membenarkan “Iya saya tu sebenarnya ngga pedean, setiap latihan itu saya diprovokasi” ungkapnya bersuara centil, sambil senyum-senyum.
Bagi Dwi Pranoto yang merupakan pengamat seni, Gelanggang selalu memaksimalkan tubuhnya dalam pertunjukan. Blank lebih menonjolkan konsep peletakan penonton yang random sehingga mereka mengalami pengalaman yang berbeda-beda. “Paling tidak kalau dilihat secara sekilas ada tiga ruang pertunjukan, yang ruang itu tidak utuh tapi pecah-pecah” tambahnya.
Lebih lanjut, Yuda menjelaskan jika blank dalam pertunjukan tersebut didefinisikan sebagai kondisi psikis atau fikiran yang overload. Realitas semacam itu hadir sebagai dampak dari keributan iklan yang keluar masuk dalam tubuh manusia tanpa proses pemfilteran sehingga menghilangkan fokus kesadaran.
Manusia dalam kesehariannya mengalami peristiwa blank, hanya saja tidak disadari. Dalam arti lain, manusia hidup dalam balutan ilusi yang termediasi dengan sistem kebahasaan atau makna-makna kebenaran yang diyakini. Keyakinan semacam ini yang ia maksud sebagai hidup dalam ilusi.“
“Memang aku mengharap penonton pulang tanpa membawa apa-apa. Karena aku bermaksud membuat momen blank. Sama seperti orang mengendarai sepeda motor dengan keadaan pikiran melamun. Kadang dirinya tidak sadar telah sampai ke tujuan dan bahkan tidak mampu mengingat apa yang telah dipikirkan.” ujar Yuda.
Malam kian larut, jam menunjukkan pukul 23.30. segelas kopi dalam cangkir- cangkir plastik minimalis sudah mulai habis. Kripik singkong manis juga sudah tinggal serpihan-serpihan kecil saja. Karena malam semakin dingin dan mata mulai berat saya memutuskan pulang, tapi tidak lupa mengabadikan foto dengan salah satu aktornya yang bernama Chindy, agar jadi momen meski fotonya sangat blur dan blank.[]
Penulis: Uswatun Khasanah