Menagih Keseriusan Satgas PPKS Unej: Kasus Kekerasan Seksual Gak Ada Liburnya!

Kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus Tegalboto kembali terkuak. Kabar ini ramai di media sosial X dan Instagram pada Selasa (09/04). Mulanya kabar tersebut muncul pada salah satu unggahan situs pesan anonim media sosial X @MenfessUnej. Seorang penyintas mencoba menceritakan kejadian yang dialaminya melalui akun tersebut dengan menyertakan foto terkait kronologi kejadian yang ditemukan oleh teman perempuannya.

“Haiii, mau cerita. Sender jadi korban pelecehan seksual yang pelakunya adalah teman sekelas sendiri. Udah lapor satgas tapi katanya masih libur lebaran jadi baru bisa di proses setelah masuk kuliah. Sender bingung mau minta perlindungan gimana dan (cont),” tulis pengguna tersebut.

Dalam lampiran foto yang diunggah bersamaan dengan cuitan tersebut, seorang teman perempuannya mencoba menceritakan bahwa foto penyintas diedit tanpa menggunakan busana oleh pelaku yang merupakan teman sekelasnya.

Jika ditilik lebih jauh, kekerasan seksual tersebut termasuk ke dalam jenis kekerasan dengan menggunakan bantuan teknologi. Merujuk pada Buku Panduan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang diterbitkan oleh Pusat Penguatan Karakter Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek), tertulis pada halaman 19 poin f yang berbunyi “Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;” merupakan bagian dari tindakan kekerasan seksual**.

Sebagaimana ditulis oleh penyintas dalam cuitannya tersebut, penanganan terhadap kasus ini tentu harus dilakukan. Penanganan bisa dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual Universitas Jember atau Satgas PPKS Unej.

Namun, ada yang cukup mengganjal pada cuitan tersebut. Penanganan yang dilakukan oleh Satgas PPKS bisa dikatakan masih rumit dan tidak responsif terhadap korban. Terbukti dari respon yang dilakukan masih didasarkan atas kegiatan libur lebaran sebagaimana yang dituliskan oleh penyintas.

Padahal, jika kita merujuk kembali pada buku panduan yang diterbitkan oleh Kemendikbud-Ristek, bahwa penanganan terhadap penyintas harus dilakukan sejak Satgas PPKS menerima laporan (lih. hlm 31-37)**. Penanganan yang dimaksud berupa pendampingan dan perlindungan sejak pihak Satgas PPKS menerima laporan dari korban. Namun, hingga Rabu Malam penyintas bahkan mengaku mendapat ancaman dari pelaku. Hal ini dapat kita lihat melalui unggahan Instagram @mabaunej yang mana penyintas meminta untuk melakukan take down terhadap postingan semula.

Kiranya keseriusan Satgas PPKS Unej masih patut dipertanyakan. Jika berkaca pada postingan penyintas, harusnya Ia sudah mendapatkan penanganan, minimal berupa pendampingan sekurang-kurangnya hingga tidak sampai pelapor mendapatkan ancaman dari pelaku.

Keseriusan satgas dan penanganannya tersebut juga bisa dipertanyakan terhadap cuitan lain yang merupakan bentuk kekecewaan dari pelaporan penyintas sebagaimana ditulis @andiieeeen dalam sesi komen media sosial X @MenfessUnej.

“bukannya bermaksud mau jelekin instansi mana pun, tapi aku punya pengalaman yang kurang enak sama s*tg*s ini. Desember kemarin aku ngelaporin orang atas ks tapi mereka cenderung slowrespond dan akhirnya gabisa bantu karena “tersangka” bukan anak unej dan aku emang minim bukti,” tulis pengguna tersebut.

Berdasarkan uraian di atas, upaya tindakan preventif dan respons baik haruslah terus diupayakan dengan serius oleh Satgas PPKS Unej. Kasus kekerasan seksual adalah kasus yang pelik serta memerlukan penanganan sesegera mungkin. Tentu mandat yang diberikan terhadap Satgas ini bukan serta merta dan telah diperhitungkan dengan serius juga, bukan?

Keseriusan Satgas PPKS kian terus dipertanyakan atas penanganan kasus ini, pasalnya pihak Satgas baru menyatakan bahwa kasus tersebut dalam penanganan setelah 1×24 jam unggahan tersebut diunggah melalui media sosial X @MenfessUnej. Itupun karena saat itu akun Instagram @mabaunej mencoba membagikan unggahan sebuah bubble chat yang menyatakan bahwa korban merasa terancam dan meminta take down postingan sebelumnya yang masih terkait dengan kasus ini. Postingan tersebut dibagikan dengan bernada mendesak serta menandai akun Satgas PPKS Unej.

Dari sisi korban, kita bisa membayangkan betapa hal tersebut sangat riskan dan membuat beban psikologisnya begitu berat dengan kerentanan berlapis, sebagai perempuan dan korban kekerasan seksual. Di momen lebaran yang harusnya bergembira Ia malah dibayang-bayangi ancaman dari pelaku.

Saya kira, jika Satgas PPKS Unej berperspektif korban sebagaimana dimandatkan dalam Permendikbud No. 30 tahun 2021 soal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus, kiranya tidak harus menunggu 1×24 jam dan menunggu kabar ini ramai di media sosial untuk menyatakan kasus tersebut sedang dalam penanganan. Sebagaimana terpampang pada laman videotron di depan universitas, Hotline Satgas PPKS Unej yang tertera bukan sekadar tayangan dan pajangan. Apalagi hanya dengan alasan libur lebaran.

 

**https://drive.google.com/file/d/1tBvXfCS81L_jK00DccYs3kZN96w52cqM/view?usp=drivesdk

 

Penulis: Fatmawati

Editor: Alya Aurellia Ananta dan Haikal F

Ilustrasi: Adi Bagaskara S. P.

 

Pers Tegalboto

Menuju Pencerahan Masyarakat

 

Leave a Reply