Sebuah Pembahasan Dasar: Kebijakan Moneter

Sehari-hari, untuk memenuhi kebutuhan, manusia menggunakan barang dan jasa. Mereka mendapatkannya melalui transaksi. Dalam bertransaksi diperlukan sebuah alat tukar yang sah. Salah satunya adalah uang. Uang tidak hadir begitu saja, melainkan memiliki kekuatan antara yang menyediakan (sisi penawaran) dengan yang membutuhkan (sisi permintaan.)

Istilah penawaran dan permintaan umumnya digunakan untuk hubungan antara calon pembeli (permintaan) dan penjual barang/jasa (penawaran) di pasar. Namun, yang dibahas di sini adalah mengenai uang. Sisi permintaan uang berada di pelaku  pasar (rumah tangga, perusahaan, dan bisnis) yang memegang sejumlah uang. Sementara, sisi penawaran uang berkaitan dengan tersedianya sejumlah uang yang beredar dan diterbitkan oleh bank sentral dengan ‘kebijakan moneter’-nya.

Apa itu kebijakan moneter? Kebijakan  moneter adalah langkah yang diambil oleh bank sentral untuk memelihara dan menstabilkan mata uang. Jika mata uang stabil, maka perekonomian tidak lesu.

Salah satu kebijakan moneter yang dapat dilakukan oleh bank sentral adalah mengendalikan jumlah uang yang beredar di sisi penawaran. Instrumennya adalah operasi pasar terbuka, tingkat suku bunga (diskonto), dan giro wajib minimum.

Operasi pasar terbuka adalah kegiatan bank sentral untuk membeli atau menjual surat berharga yang akan memengaruhi jumlah uang beredar. Contoh surat berharga diantaranya adalah Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF.) Sementara, tingkat suku bunga adalah ketetapan bank sentral terkait diskonto (tarif dasar) sebagai acuan perbankan pada pinjaman jangka pendek. Terakhir, Giro Wajib Minimum (GWM) adalah simpanan minimum wajib yang harus dimiliki dan dipelihara dalam bentuk giro pada bank sentral bagi semua perbankan.

Apakah semata-mata bank sentral menjalankan kebijakan moneter untuk memengaruhi sisi penawaran akan uang? Tentu saja tidak. Terdapat juga tujuan untuk mengendalikan tingkat inflasi suatu negara. Inflasi adalah kenaikan harga secara umum dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Bagaimana bank sentral mengendalikan tingkat inflasi? Taylor (1992) menjelaskan aturan seberapa besar tingkat bunga nominal yang ditetapkan agar inflasi dapat dikendalikan sehingga mencapai target inflasi. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka semakin rendah inflasi, begitu pula sebaliknya. Dalam praktiknya, bank sentral umumnya menetapkan inflasi yang rendah antara 1–3 persen. Penetapan inflasi rendah tersebut dianggap efektif untuk menjaga kestabilan harga pada perekonomian.

Mengapa bisa begitu? Phillips (1958) memperkenalkan ‘Kurva Phillips’ yang menggambarkan terjadinya hubungan negatif antara inflasi dan pengangguran. Asumsinya, semakin tinggi tingkat inflasi, maka tingkat pengangguran akan menurun, begitu pula sebaliknya. Tingkat pengangguran yang rendah mengindikasikan produktivitas yang tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi akan meningkat pula.

Penetapan target inflasi dapat disebut juga inflation targeting framework (ITF.) ITF merupakan kerangka kerja kebijakan moneter yang secara transparan dan konsisten mengarahkan untuk mencapai sasaran inflasi beberapa tahun ke depan secara eksplisit. Kerangka kerja ini mengumumkan penetapan target inflasi setiap tahunnya oleh bank sentral. Pada perkembangannya, ITF berubah menjadi Flexible ITF, kemudian menjadi Integrated ITF. Perkembangan tersebut tidak hanya bertujuan pada stabilitas harga melainkan juga stabilitas keuangan, nilai tukar asing, dan arus modal.

Setelah berbincang-bincang mengenai teoritis sisi penawaran dari kebijakan moneter, akan terdapat sebuah pertanyaan, apakah tingkat suku bunga mudah dalam mencapai target inflasi yang ditetapkan? Tentu tidak semudah itu, terjadi banyak permasalahan yang dialami oleh bank sentral. Salah satunya adalah time lags atau jeda waktu.

Jeda waktu adalah bagaimana respon para pelaku di pasar setelah pengumuman kebijakan oleh bank sentral. Semakin lambat respon yang diberikan pelaku pasar, maka akan memperlambat pula penyesuaian yang diinginkan. Tentu hal ini bersangkutan dengan perilaku pelaku pasar. Sehingga secara tidak langsung diperlukan peran pemerintah melalui kebijakannya.[]

 

 

Referensi

Handa, Jagdish. 2009. Monetary Economics. New York: Taylor & Francis Group.

Warjiyo, Perry dan Solikin M. Juhro. 2017. Kebijakan Bank Sentral: Teori dan Praktik. Depok: Rajawali Pers.

 

Editor:

-Bagus K.

-Anggota Magang UKPKM Tegalboto

Leave a Reply