Judul: Venom: The Last Dance
Genre: Action, Adventure, Sci-Fi, Thriller
Jadwal Tayang: 23 Oktober 2024
Durasi: 109 menit
Sutradara: Kelly Marcel
Pemain: Tom Hardy, Chiwetel Ejiofor, Juno Temple
Peresensi: Khurien Rahma
Sejak Sony mengumumkan bahwa mereka akan merilis film stand alone dari Venom yang selama ini dikenal sebagai salah satu villain di film superhero paling eksis sepanjang masa yakni Spiderman, banyak sinefil yang menimbang apakah film dengan villain sebagai pemeran utama atau protagonis akan berhasil? Meskipun demikian, jumlah penonton film yang baru saja merilis film ketiganya di tahun ini semakin bertambah. Adapun yang membuat perjalanan film ini semakin menarik adalah Tom Hardy sebagai pemeran utama (Eddie Brock) yang juga merupakan pengisi suara dari karakter Venom dan menulis naskah untuk film Venom pertama hingga ketiga. Itu juga menjadi alasan utama mengapa kemistri antara Eddie Brock dengan Venom layak untuk diberikan acungan jempol.
Sesuai judulnya, Venom: The Last Dance merupakan film terakhir dari rangkaian trilogi film Venom. Dirilis enam tahun setelah film pertamanya, berbagai komentar disampaikan oleh para penikmat komik Marvel, khususnya yang setia mengikuti Sony Spiderman Universe (SSU) ketika trailer film ini rilis. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa seharusnya film Venom hanya rilis satu kali saja, tidak perlu ada film kedua bahkan ketiga. Tetapi ada juga yang merasa film Venom ini memang hanya popcorn movie saja, terlebih untuk yang sangat menikmati perjalanan cinta antara Venom dan Eddie Brock. Sebagai penikmat film-film yang diperankan oleh Tom Hardy sejak masih menempuh sekolah dasar, menonton trilogi film Venom merupakan salah satu kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan oleh penulis. Oleh karena itu, Venom: The Last Dance ibarat surat cinta dari Venom yang ditujukan tidak hanya untuk Eddie Brock, tetapi juga kepada penggemar setianya.
Film ketiga ini tidak lagi disutradarai oleh Ruben Fleischer, tetapi disutradarai oleh Kelly Marcel yang merupakan debutnya sebagai sutradara. Tidak seperti film Marvel yang lain, Venom: The Last Dance memilih untuk memulainya dengan melanjutkan post-credit scene yang ada di film Spiderman: No Way Home. Entah apa tujuannya tetapi yang pasti, film ini belum menunjukkan bahwa ada sangkut pautnya dengan kerumitan Multiverse. Selanjutnya, Eddie dan Venom masih diburu oleh sebuah pasukan khusus di bawah naungan Area 51 dan Area 55 yang selama ini dikenal sebagai operasi khusus Amerika Serikat untuk meniliti alien atau makhluk asing dari luar bumi. Adegan persembunyian yang dilakukan oleh dua sahabat ini cenderung tidak konsisten. Ada saat di mana dialog yang disampaikan begitu lucu, kemistri yang dibangun antara Venom dan Eddie cukup baik. Tetapi ada juga yang kurang memuaskan, yakni ketika mereka harus berbincang dengan karakter lain di film ini.
Mungkin untuk penggemar komik Marvel, begitu mengetahui bahwa villain yang akan menjadi lawan dari Venom dan Eddie di film ini adalah Knull, sosok yang merupakan salah satu Super Villain dari komik Marvel, banyak muncul pertanyaan, akan menjadi sebodoh apa film ini jika Venom bisa mengalahkan sosok Knull? Tetapi langkah yang tepat diambil oleh Tom Hardy dan Kelly Marcel karena cerita yang mereka tulis hanya menjadikan pengikut Knull atau yang dikenal sebagai Xenophage-lah yang menjadi villain di film ini. Alasan di balik Knull memerintahkan Xenophage untuk memburu Venom pun cukup sederhana, Eddie yang pernah hampir kehilangan nyawanya di film sebelumnya telah diselamatkan oleh Venom sehingga hubungan tersebut melahirkan sebuah entitas yang diberi nama Kodeks. Kodeks ini hanya akan dapat terlihat jika Eddie merubah wujudnya menjadi Venom sepenuhnya. Pada saat-saat itulah Xenophage akan memburu Venom dan Eddie. Kodeks tersebut diperlukan oleh Knull agar ia dapat bebas dari penjara yang mengurungnya.
Membicarakan mengenai adegan action, sebenarnya tidak ada yang baru di film ini. Layaknya film-film SSU pada umumnya, Venom dengan bentuknya yang cukup menyeramkan dan keganasannya ketika melawan musuh yang lebih lemah juga seperti dua film sebelumnya. Adegan yang menunjukkan gore pun masih sangat bisa ditoleransi oleh penonton, termasuk camera movement dari setiap adegan di film ini. Tetapi yang selalu menjadi perhatian ketika Sony merilis sebuah film dengan banyak menggunakan CGI adalah ketepatan mereka dalam menggabungkan real action dengan CGI sehingga tampak menyenangkan.
Character development yang paling berasa justru terlihat dari sosok Venom. Sosok yang selama ini kita lihat dari dua film terdahulunya, Venom merupakan entitas yang sangat egois. Kemunculannya dalam hidup Eddie cukup membuat frustrasi. Tetapi di beberapa adegan pada film ini, terlihat bahwa Venom kali ini lebih wawas diri untuk menjaga keselamatan dirinya dan Eddie. Dia tahu kapan harus rela untuk tidak mengubah wujudnya agar keberadaannya tidak diketahui oleh Xenophage. Bahkan terdapat adegan yang memperlihatkan bahwa Venom memilih untuk mengubah wujud sepenuhnya untuk melindungi Eddie. Namun, popcorn movie tanpa adegan konyol bak lautan tanpa air. Film ini pun masih menyimpan adegan-adegan yang sebetulnya tidak perlu ada. Pace film ini pun terkesan berantakan dan tidak dijaga, sehingga tidak salah jika ada beberapa penonton yang akan merasa bosan ketika sedang menyaksikan beberapa adegan di tengah-tengah film.
Meskipun ketiga film Venom yang ditulis sendiri oleh Tom Hardy ini tidak pernah menunjukkan kesan serius, tetapi perlu diakui bahwa ia memang selalu menjadi penyelamat dari trilogi film Venom. Kepiawaian Hardy untuk selalu menampilkan love-hate relationship antara Venom dan Eddie selalu meninggalkan kesan bahwa mereka sejatinya adalah dua makhluk yang dipaksa untuk mengerti satu sama lain sehingga penonton dapat bersimpati kepada mereka. Akting kelas A yang selalu ditunjukkan oleh Tom Hardy juga tidak pernah mengecewakan. Tetapi justru itu yang semakin memperlihatkan akting dari aktor dan aktris lain masih kurang meyakinkan. Akhir dari film ini pun cukup membuat terharu dengan hubungan antara Venom dan Eddie. Venom dan Eddie yang sudah lebih dari setahun hidup dalam tubuh yang sama harus merelakan salah satunya untuk dapat menyelamatkan bumi dari invasi Xenophage. Adegan penutup yang cukup membuktikan betapa erat hubungan antara keduanya juga meninggalkan kesan yang manis.
Akhir kata, Venom: The Last Page masih menjadi salah satu film stand alone dari Sony Spiderman Universe yang cukup menyenangkan untuk ditonton dibanding film-film dengan tokoh dari komik Marvel yang lain. Jokes yang ada juga masih membuat penonton tertawa. Tetapi, saran untuk meninggalkan logika sebelum menonton film ini perlu diikuti. Penilaian pribadi dari penulis untuk film terakhir dari trilogi Venom ini adalah 6/10.
peresensi: Khurien Rahma
editor: Haikal