Roland Zagreus

Sambil menunggu, Zagreus melihat ke jendela, mengamati pagi bersemarak di atas bumi yang dingin dan bergelimpangan emas, satu kebahagiaan beku. Tapi mereka tak kunjung datang. Mendadak pintu diketuk. Kedua orang itu ada di depan pintu.

Karena keterbatasannya, Zagreus tidak membukakan pintu. Mersault membuka pintu, “kamu sudah siap?” tanyanya pada Zagreus. “Terlalu banyak api di perapian,” kata Patrice. Si pemilik rumah tidak menghiraukan Patrice, persetan dengan bara api, “saya sudah siap pergi.”

Mereka bertiga menutup mata, saat sadar, Zagreus sudah ada dalam kereta. Patrice, mengambil salah satu tali paling kuat di pojok ruangan, memilih tiang yang kira-kira bisa menahan berat badannya. Menyeret kursi, meletakkannya tepat di atas tiang. Patrice, naik ke atas kursi.

Sedang Mersault berkencan dengan kekasihnya yang merupakan mantan kekasih Zagreus. Mereka pergi ke bioskop, Marthe berjalan di depan Mersault, tanpa menghiraukan wajah-wajah kagum yang mengamatinya, dengan raut muka berbunga-bunga, senyum dan kecantikannya yang mematikan.2

Tangan Patrice sudah memegang tali, tali itu sudah dia sampul sedemikian rupa sampai membentuk lingkaran, lingkaran yang cukup untuk melewati kepalanya, hingga sampai pada leher. Tapi dia ingat secarik kertas dari Zagreus sebelum dia pergi:


“Aku hanya melenyapkan seorang manusia berbadan setengah. Tidak perlu kalian khawatir, karena dalam peti kecilku ini ada lebih dari cukup uang untuk membayar mereka yang telah melayani dan merawatku sampai sekarang. Selain itu, aku ingin uangku ini digunakan untuk memperbaiki keadaan mereka yang terkena hukuman mati. Tapi akau mengerti kalau itu mungkin terlalu merepotkan.”3

Zagreus menghela nafas, mengamati pemandangan dari balik jendela kereta, dia menghayati kecantikan pemandangan Bohemian, di mana penantian akan rintik hujan di antara pohon-pohon poplar dan cerobong-cerobong pabrik yang tampak dari kejauhan membuatnya ingin menangis.4 Walaupun begitu dia sudah mulai terbiasa dengan keretanya, menikmati sajian makan di sore hari, melihat lampu stasiun, meninggalkan atau di tinggalkan stasiun pada kereta pemberangkatan. Dan mulai sadar dia sedang ditarik untuk pergi ke gerbang baru dunia, di mana hanya ada hasrat.

Tubuh Patrice bergetar, sejak dua hari yang lalu dia sudah menahan sakitnya. Dia butuh meminum satu gelas lagi. Kaki turun ke lantai, menghampiri gelas yang sudah berisi air, meminumnya hingga tandas. Dari luar dia mendengar beberapa orang pejalan kaki. Pertama-tama, ada beberapa keluarga yang lewat. Dua anak kecil berkostum pelaut dengan celana pendek dan pakaian yang terlalu kecil, dan seorang anak perempuan kecil yang bergaun sutra berwarna cokelat kemerahan memakai sebuah syal boa, juga seorang bapak yang lebih terhormat, yang berjalan dengan bantuan tongkat. Tidak lama kemudian lewat anak-anak muda dari daerah tersebut.5

Dia meletakkan gelas di tempat semula lalu berjalan menghampiri kursi.Benda-benda yang sudah berada d ruangan itu sejak lama  sudah tidak dipedulikan. Bahkan dia sudah tidak menganggap benda itu masih ada.

Sambil berjalan, dia melanjutkan kembali percakapan dengan Zagreus. Tentang masa muda mereka yang telah hilang, hingga merelakan delapan jam sehari untuk bekerja, dan tentu saja wanita. Tapi yang masih sangat melekat di otak Patrice adalah alasan dia pergi.

Zagreus pergi karena perasaan bosan dengan kotanya, dia ingin pergi ke tempat lain, merasakan udara sejuk di pinggir pantai, melihat anak-anak bermain layangan di udara, ikut menangkap ikan bersama nelayan, dan sesekali mengamati perempuan berjemur. Ditambah lagi dia hidup sendirian.

Sering dia bermimpi akan membeli rumah yang letaknya di antara bukit dan laut. Hingga dia bisa mandi di laut setiap hari, setelah itu mendaki bukit di belakang rumah. Sayangnya, mandi dan mendaki hanya bisa dilakukan dalam imaji, karena kakinya sudah hilang.

Dalam kereta Zagreus membuka buku catatannya, membacanya lagi, memeriksa mungkin ada ejaan yang salah atau kalimat rancu. Mengingat kembali kejadian saat dia berada di kota lama. Sekarang dia bahagia karena sedang dalam perjalanan menuju kota baru yang berada di antara dua dunia. Dunia yang sebenarnya, yang sudah pernah dia alami, dan dunia yang belum pernah dia alami, selain dari khayalan-khayalannya.

Kereta berhenti, dia turun, mengamati keadaan stasiun. Bertanya pada seorang penjaga, di mana dia bisa mendapatkan hotel terdekat. Dengung mesin kereta terdengar, beberapa petugas meniup peluit, kereta akan segera berangkat.

Patrice sudah siap untuk melompat. Tali sudah di leher, hanya tinggal menendang kursi. Dia melompat, kursi terjatuh, tali mencekik lehernya. Dia malah terjatuh. Sampul pada kayu terlepas. Dia tertawa keras, mengingatkan pada tawa Zagreus yang dia benci. Dia masih tertawa, hingga, semenit lagi –tidak, sedetik lagi, pikirnya. Sesuatu yang naik dalam tubuhnya itu berhenti. Dan, sebagai satu di antara jutaan batu di dunia ini, dia kembali, dengan hati berbahagia, pada kebenaran dunia-dunia yang tak bergerak.6

***7

Zagreus memandang kereta yang meninggalkannya, berpikir tentang catatan yang sengaja dia tinggalkan, lalu menggerutu: “jika ada yang sudah sampai pada titik ini, mungkin mereka akan kecewa, sebab, yang seharusnya pergi dengan kereta itu Patrice atau Mersault. Tapi, mungkin tidak ada yang sampai pada titik ini, apalagi melanjutkan sampai selesai. Tulisan terlalu membosankan, banyak pengulangan, tapi tulisan memilih pembacanya.” []

Catatan:

1 Sebenarnya 50% dari tulisan ini dikutip dari buku catatan saya pribadi.

2 Mati Bahagia, Albert Camus,penerbitOak, Hal 24: saat Mersault  merasa kagum dengan perempuannya, walaupun dia akan meninggalkannya dan mendapat perempuan baru.

3 Mati Bahagia, Albert Camus,penerbitOak, Hal 4: secarik kertas di bawah revolver, revolver yang akan Mersault untuk membunuh Zagreus.

4 Mati Bahagia, Albert Camus penerbit Oak, Hal 78: perasaan direnggut kereta selama dua hari mengitari setengah Eropa. Mersault  dalam keadaan sakitnya, lebih banyak berdiam diri dan merenung, sesekali juga menghisap rokok.

Seperti hanya Mersault, Zagreus juga banyak berpikir. Itu bisa dilihat saat mereka berdua saling berbicara. Puncaknya Zagreus memutuskan untuk mati dengan revolet, sedang Mersault mati sambil dibawa kereta.

5Mati Bahagia, Albert Camus penerbit Oak, Hal 20: karena sudah mendapatkan hidup yang wajar, seperti pekerjaan tetap dan perempuan cantik. Dia merasa ada hidupnya kosong, sesampainya di rumah dia bisa tidur, bangun lagi saat makan malam, menggoreng telur, lalu pergi ke atas untuk mengisi teka-teki silang.

6Mati Bahagia, Albert Camus penerbit Oak, Hal 162: paragraf terakhir, momentum saat sakit datang lagi. Bedanya sekarang dia tidak lagi berada di kereta, tapi di rumah baru, dengan perempuan baru tentu saja. Mersault kembali mengalami keberulangan. 8

7 Sebentar saya buat kopi dulu.

8 Dalam catatan, saya yakin anda hanya satu kali membaca “Mati Bahagia, Albert Camus penerbit Oak,” padahal itu adalah puncak, sebuah buku yang sudah diterbitkan. Tapi anda memilih membaca halaman yang tertera. Setiap puncak hanya pengulangan, manusia akan mengingkari puncaknya dan mencari puncak baru untuk mengingkari ulang. Satu satunya jalan agar tidak terjadi keberulangan adalah mati. Tabik[]

Leave a Reply