Judul: Wicked: Part One
Genre: Fantasy, Musical, Romance
Durasi: 160 menit
Sutradara: Jon M. Chu
Pemain: Cynthia Erivo, Ariana Grande, Jeff Goldblum
Tayang: 20 November 2024
Peresensi: Khurien Rahma
Seperti menjadi angin segar karena Universal Studio telah merilis film terbaru mereka, yakni Wicked: Part One yang merupakan film musikal setelah sebelumnya terdapat film dengan cara penggarapan yang sama dipandang gagal oleh sebagian besar sinefil. Sesuai dengan judulnya, Wicked: Part One merupakan film dengan tema cerita yang sudah sering kali dibicarakan, khususnya oleh penikmat film-film fantasi. World of Oz merupakan kisah fantasi yang sudah sering diceritakan ulang melalui film atau pertunjukkan teater. Secara garis besar, kisah ini menceritakan mengenai seorang pesulap yang datang dengan balon udara ke sebuah daerah bernama Oz. Dari situlah penduduk Oz percaya bahwa pesulap tersebut merupakan Ahli Sihir.
Cara penyampaian cerita pada film ini menggunakan salah satu karakter untuk bercerita mengenai semua hal yang terjadi pada karakter lain di masa lalu. Singkatnya, film ini menggunakan kilas balik atau alur non-linier. Tetapi hal tersebut membuat penulis kurang nyaman saat menonton karena film ini pada dasarnya belum selesai, masih ada bagian kedua yang akan rilis pada tahun 2025. Padahal adegan pertama yang muncul adalah ketika salah satu karakter menceritakan masa lalu karakter lain. Seperti kurang logis ketika adegan menceritakan tersebut belum selesai dilakukan. Di lain sisi, adegan pembuka di film ini cukup menarik untuk dinikmati. Dengan menggunakan adegan pembuka tarian yang diiringi lagu khas film musikal pada umumnya, film ini berhasil membuat penonton penasaran dengan hal-hal yang akan terjadi selanjutnya pada World of Oz versi 2024.
Pada film Wicked: Part One, penonton akan dikenalkan oleh dua karakter utama yang memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang, yakni Elphaba (Cynthia Erivo) dan Galinda (Ariana Grande). Elphaba merupakan anak dari Gubernur Munchkinland yang sejak lahir mengalami kelainan yakni berkulit hijau dan memiliki kekuatan sihir dapat menggerakkan benda di sekitarnya ketika sedang marah. Sedangkan Galinda merupakan putri dari Kerajaan Upper Uplands, Gillikin County yang begitu feminin dan selalu memikirkan penampilannya. Premis dari film ini terlihat cukup sederhana, yakni perjalanan hidup seorang Elphaba yang dipandang berbeda oleh orang-orang di sekitarnya meskipun ia memiliki kekuatan sihir. Tetapi seiring berjalannya waktu, karakter dari masing-masing tokoh utama pada film ini semakin digali lebih dalam dan penonton digiring untuk merasakan POV dari kedua tokoh utama.
Poin utama dari film ini adalah bagaimana tarian dan lagu yang disajikan tidak hanya sekedar menggugurkan kewajiban dari sebuah film musikal, tetapi selalu ikut membantu penonton memahami apa yang sedang terjadi. Tarian dan lagu pada film ini seakan memberikan fakta-fakta baru mengenai tiap-tiap karakter yang ada. Bahkan ada di salah satu adegan yang menjadi titik balik seorang karakter memahami sudut pandang dari karakter lain. Adegan tersebut tersaji dengan cukup baik dan mengharukan. Tetapi dengan durasi lebih dari dua setengah jam agaknya membuat penonton mudah bosan. Terdapat beberapa adegan musikal yang durasinya bisa dipangkas lebih pendek agar tidak terkesan terlalu berulang-ulang. Bahkan ada beberapa adegan yang terlihat tidak terlalu penting bagi jalannya cerita, setidaknya sampai berakhirnya film ini. Meskipun akan ada film kedua di tahun depan, tetap saja penonton akan merasa beberapa adegan tidak penting itu hanya berfungsi untuk memperpanjang durasi saja.
Kendatipun kombinasi warna yang dipakai pada poster film ini cenderung memperlihatkan kesan dunia fantasi yang cukup menyenangkan, tetapi jalan cerita yang disajikan lebih gelap daripada yang terlihat. Beberapa karakter menunjukkan bahwa mereka hanyalah orang dengan keinginan untuk menindas orang-orang yang mereka anggap tidak memenuhi standar sosial. Ini juga menjadi kritik sosial bagi masyarakat pada umumnya. Terlepas dari hal tersebut, kedua aktris pemeran utama pada film ini sukses membawakan perannya masing-masing. Tetapi, masih ada beberapa hal yang sepertinya belum terjawab di film yang sebetulnya memiliki durasi cukup panjang ini, seperti mengapa Elphaba lahir dengan kulit berwarna hijau dan memiliki kekuatan sihir? Seakan-akan penulis dari film ini terkesan mengentengkan fakta-fakta yang harusnya disampaikan karena penonton diarahkan untuk selalu fokus kepada pertunjukkan musikal yang ada pada film ini.
Logika pada film fantasi memang selalu menjadi bahan perdebatan di antara para penontonnya. Pada film ini, penulis pun merasa ada beberapa hal yang hanya karena ingin dibuat lebih mengharukan, justru diberikan treatment menyanyi dengan durasi yang terlalu panjang, sehingga kurang masuk akal dengan yang sedang terjadi pada saat itu. Tetapi CGI yang digunakan di sepanjang film ini sangat memanjakan mata. Penonton betul-betul dibuat untuk turut merasakan World of Oz yang magis. Desain kostum dan tata rias juga terlihat cocok dengan karakter tiap-tiap tokoh sehingga film ini dapat dikatakan sebagai film yang cukup memanjakan mata para penontonnya.
Akhir kata, Wicked: Part One berhasil memberikan contoh tentang bagaimana seharusnya film musikal dibuat. Dengan menggabungkan penceritaan yang baik dengan musikal yang selalu membantu membuat para penontonnya bisa menikmati hingga akhir. Meskipun ada beberapa hal yang bisa diperbaiki, tetapi secara keseluruhan film ini mampu membuat penonton awam merasa nyaman untuk menonton film musikal.
penulis: Khurien Rahma
editor: Haikal F.