Tegalboto – Universitas Jember (UJ) tidak lama lagi akan melaksanakan Pemilihan Umum Raya (PEMIRA), terhitung hanya tiga hari tersisa menunju hari-H. Mengingat hal tersebut, kemarin, Jumat (3/5) Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa Universitas (KPUM-U) mengadakan debat kandidat calon ketua dan wakil ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U). Acara yang dilaksanakan di gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) tersebut, baru dipadati oleh peserta acara pada pukul 19:30. Meskipun terhitung molor selama kurang lebih satu setengah jam, acara berlangsung cukup meriah sejak dimulai hingga berakhir.
Debat kali ini dibuka langsung oleh Jazuli selaku Kepala Bagian Kemahasiswaan. Dalam sambutannya ia menyelipkan permohonan maaf dari rektor karena masih harus melakukan rapat serah terima aset kampus Pasuruan. Kampus ke empat yang akan segera membuka Pendidikan Vokasi Keperawatan. Selain itu, diperkenalkan pula moderator yang akan mengawal jalannya debat, yaitu Afifah Dwi Lestari, mahasiswa berprestasi dari Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Terdapat beragam permasalahan yang diangkat pada debat kali ini, mulai dari kontribusi kedua kandidat, posisi kebirokrasian BEM-U, hingga tantangan untuk membawa Universitas Jember ke tingkat internasional. Malam itu, acara juga dimeriahkan oleh semangat para pendukung kedua kandidat yang mengenakan berbagai atribut, mulai dari dresscode hingga sticker.
Mekanisme dan Berlangsungnya Debat
Selama berlangsungnya acara, terdapat 3 sesi debat berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan KPUM-U. Pertama, menjawab pertanyaan dari panelis. Peserta mengambil nomer pertanyaan secara acak, kemudian dijawab secara bergantian. Kandidat juga memiliki kesempatan untuk beradu argumen dari jawaban tersebut. Kemudian yang kedua adalah pertanyaan dari forum, yang sebelum acara dimulai pertanyaan telah dikumpulkan oleh pihak KPUM-U, dengan mekanisme menjawab yang sama. Terakhir, para kandidat dipersilahkan untuk saling melempar pertanyaan seputar visi-misi ataupun program kerja lawannya.
Intensitas debat mulai naik ketika terdapat perbedaan pendapat mengenai sinergitas dengan UKM se-Univeritas Jember. Pasangan calon nomor urut 1, Ardhy-Fauzan, menekankan pada pembuktian kinerja BEM-U terlebih dahulu, karena selama ini kurang dirasakan kehadirannya. Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Fairuz-Rizal, merasa bahwa sinergitas dapat dibangun melalui BEM tingkat fakultas (BEM-F), yang akan mempermudah alur koordinasi. Keduanya saling beradu argumen dengan memaparkan program kerja serta bukti nyata di lapangan.
Hingga akhirnya debat mencapai puncaknya ketika pasangan calon nomor urut 2, Fairuz-Rizal, berpendapat bahwa kandidat lawannya jarang terlihat ketika melakukan aksi yang mewadahi mahasiswa. Mereka memaparkan bukti bahwa pihaknya pernah mendampingi aksi Rapor Merah UNEJ yang banyak melibatkan Mahasiswa Baru (MABA), untuk itulah sinergitas dapat mereka lakukan.
Sementara itu, pasangan nomor urut 1, Ardhy-Fauzan, melihat wujud sinergitas dimulai dari dukungan warga fakultas sendiri, dimana kandidat lawannya tidak mendapatkan dukungan tersebut. Pasangan ini juga sering memaparkan bahwa posisi BEM-U seharusnya digunakan untuk menaungi semua golongan, bukan pihak-pihak tertentu.
Tanggapan dan Pendapat
Terdapat beragam tanggapan mengenai acara debat kandidat dalam rangka penutupan masa kampanye PEMIRA 2019 tersebut, yaitu tanggapan mengenai kegiatan Pemilu Raya dan BEM selaku keorganisasian yang terhitung belia di Universitas Jember. Bisa dibilang cerminan dunia politik kampus―jika boleh menggunakannya, untuk menjelaskan dinamika yang terjadi.
Sebagaimana yang menjadi pembahasan hangat dalam acara debat tersebut, mengenai posisi BEM-U dengan UKM se-Universitas Jember adalah setara. Hal tersebut didasarkan pada keputusan Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Jember (IKM-UJ). BEM-U selaku keorganisasian tingkat universitas yang mewadahi seluruh aspirasi mahasiswa, bahkan hingga ke kampus Lumajang dan Bondowoso, atau bahkan Pasuruan yang akan segera diresmikan, seakan membingungkan hierarki koordinasi, ketika UKM, bahkan tingkat fakultas, memiliki otonomi sendiri. Muncullah anggapan bahwa BEM-U hanya sebatas formalitas demi akreditasi Universitas Jember.
Jazuli menolak anggapan tersebut. Menurutnya BEM-U dibentuk murni merupakan keinginan mahasiswa. “Tidak, tidak benar, jadi lahirnya BEM itu memang murni inisiatif mahasiswa.” Mulai dari pembentukan BEM dan BPM sementara, hingga terlahirnya undang-undang Ikatan Keluarga Mahasiswa Universitas Jember (IKM-UJ), sampai menjadi BEM-U secara resmi, menurutnya murni inisiatif mahasiswa.
Sementara itu, Firmansyah Abriawan, mahasiswa Fakultas Teknik angkatan 2017 yang turut hadir pada acara debat, cukup menyayangkan attitude para kandidat ketika saling beradu argumen. Menurutnya, sebagai seorang mahasiswa, para kandidat perlu menata sikap, terlebih sebagai calon pimpinan mahasiswa tingkat universitas. “Sedangkan kayak barusan, belum dipersilakan, baru selesai dibacakan pertanyaan aja, itu udah ngomong gitu itu loh.” tandas Firman.
Ia juga menyoroti calon ketua BEM-U nomor urut 2, yaitu Ahmad Fairuz Abadi. Alasannya, Fairuz yang juga salah satu mahasiswa Fakultas Teknik sebenarnya tidak mendapatkan rekomendasi dari BEM Fakultas Teknik. Firman menunjukkan foto surat keputusan Ikatan Keluarga Mahasiswa Fakultas Teknik (IKM-FT) yang menyatakan tidak merekomendasikan Fairuz.
“Seharusnya surat ini menjadi putusan tertinggi di fakultas.” ujar Firman. Ia mengaku kecewa dan mengatakan bahwa Fairuz telah mengetahui putusan tersebut, namun tetap mencalonkan dirinya. Sementara, ketika kami konfirmasi kepada Rafi Muhammad selaku ketua KPUM-U, ia mengatakan “Nah, untuk rekomendasi (dari fakultas) dan sebagainya, itu tidak berlaku di persyaratan KPUM.” Sehingga kesimpulannya Fairuz tetap dapat mencalonkan diri dengan ataupun tanpa rekomendasi dari Fakultas.[]
Editor: Endah Prasetyo