Tegalboto – Minggu (21/08) Tim KKN 343 Universitas Jember sukses adakan sosialisasi dan pelatihan pembuatan genteng dari ampas tebu kepada masyarakat Desa Mangli Wetan. Bertempat di Balai Desa Mangli Wetan, acara ini bertujuan memperkenalkan inovasi dari mahasiswa KKN kepada masyarakat untuk selanjutnya dapat diaplikasikan secara mandiri. Sosialisasi dan pelatihan ini merupakan agenda puncak dari program kerja utama yang telah disusun oleh Tim KKN 343.
Program kerja utama ditentukan setelah menggali potensi yang ada di desa tempat pengabdian mahasiswa. Desa Mangli Wetan yang berlokasi di Kecamatan Tapen, Kabupaten Bondowoso memiliki kawasan yang sebagian besar diisi oleh lahan tebu. Tebu menjadi komoditi utama dengan pokok penghidupan masyarakatnya sebagai petani tebu. Hasil panen dari tebu-tebu ini secara keseluruhan dikirim ke Pabrik Gula (PG).
“Secara keseluruhan warga sini langsung kirim hasil panen ke PG, karena secara biaya lebih hemat, pajak ditanggung perusahaan dan kita hanya membayar ongkos giling sebesar 35%,” ungkap Ibnu, salah satu pemilik lahan tebu di Desa Mangli Wetan. “Untuk hasil panen dari tiap hektar sawah ini bisa dapat 10 ton,” tambahnya saat ditanya besar hasil panen dari sawah yang dia miliki (25/07). Besarnya tebu yang bisa dikirim oleh satu pemilik lahan di desa ini mengindikasikan bahwa tebu merupakan potensi besar di Desa Mangli Wetan.
Dari besarnya potensi tebu ini ditemukan bahwa limbah ampas hasil pengolahan tebu menjadi gula menumpuk di tempat pembuangan PG untuk kemudian dibakar. Tidak adanya proses pengolahan limbah ini kemudian memunculkan ide inovasi bagi mahasiswa KKN Universitas Jember untuk bisa mengolah limbah yang tidak terpakai menjadi barang yang memiliki nilai jual. Diketahui bahwa tebu memiliki kandungan lignoselulosa yang cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan genteng. Melalui proses panjang percobaan dengan berbagai komposisi, Tim KKN 343 berhasil menemukan bahan dan teknik yang paten pada percobaan ketiganya.
Produk genteng ampas tebu yang telah paten ini kemudian melewati beberapa uji ketahanan produk. Yang pertama, dilakukan uji ketahanan terhadap panas yang dilakukan dengan cara meletakkan genteng diatas tungku api. Kedua, dilakukan uji ketahanan dingin dengan cara merendam genteng kedalam air es. Kemudian, dilakukan uji ketahanan terhadap perubahan suhu dengan cara melakukan uji ketahanan pertama dan kedua secara berulang. Setelah itu, genteng dialiri air untuk melihat ketahanannya terhadap rembesan air, juga sebagai tanda bahwa bahan rekatan yang digunakan telah sesuai. Terakhir, genteng ampas tebu dijatuhkan dari ketinggian 2,5 meter untuk diuji kekuatannya. Hasil yang didapat adalah genteng ampas tebu telah melewati serangkaian uji ketahanan produk dan dinilai siap untuk disosialisasikan kepada masyarakat.
Tim KKN 343 memberikan pemahaman terkait analisis peluang usaha dari produk genteng ampas tebu, juga menjelaskan rincian analisis keuangan dari bisnis produk tersebut. Selain memberikan pemaparan secara verbal, Tim KKN 343 juga mengadakan pelatihan pembuatan genteng ampas tebu kepada masyarakat. Pembuatan genteng dimulai dengan mencampurkan ampas tebu, semen, dan pasir dengan perbandingan 3:3:1. Campuran ini ditambahkan milan sebanyak satu sendok makan sebagai bahan perekat tambahan. Kombinasi bahan kering tersebut kemudian ditambahkan air sebanyak 700ml dan diaduk sampai tercampur rata. Bahan yang telah tercampur dapat langsung dicetak dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Genteng siap digunakan setelah proses penjemuran selama tiga hari.
“Inovasi yang bagus dari adik-adik KKN, ternyata ampas tebu bisa dibuat genteng, pembuatannya mudah dan dapat mengirit pembiayaan, bisa saya jadikan bisnis baru,” terang Saiful, salah satu kepala kelompok tukang Desa Mangli Wetan usai mengikuti sosialisasi dan pelatihan pembuatan genteng ampas tebu.
Aksa, Koordinator Desa untuk Tim KKN 343 menjelaskan, “Dengan program kerja yang kami lakukan selama KKN ini, terutama dengan sosialisasi ini kami berharap masyarakat siap secara mandiri memasarkan genteng ampas tebu hasil inovasi tim kami, karena indikator keberhasilan tim kami adalah adanya keberlanjutan dari warga terhadap program kerja yang kami tinggalkan seusai tiga puluh lima hari kami mengabdi.” []
Penulis: Delya Alvi R.
Penyunting: Rizqi H.