Jember, tbpers.com – Berbagai pandangan soal childfree bermunculan di banyak kalangan masyarakat Indonesia, mulai dari yang menolak hingga yang menerima.
Hal tersebut yang melatarbelakangi Pusat Studi Gender Universitas Jember (PSG Unej) menggelar webinar bertajuk “Membincangkan Childfree” pada Selasa, 28 Februari 2023 secara daring melalui platform Zoom Meeting.
Acara ini dihadiri sekitar 60 peserta dengan empat pembicara. Keempatnya masing-masing adalah dua pengurus dan dua anggota magang PSG Unej.
Terbagi ke dalam dua sesi, diskusi dimulai dengan pemaparan dari dua pemateri dan dilanjutkan tanya jawab di masing-masing sesi.
Divisi Advokasi PSG Unej, Evita Soliha, memaparkan bagaimana childfree bermula dan ramai hingga menjadi perbincangan di Indonesia. Ia juga menyampaikan pandangannya soal childfree yang menurutnya tidak sesuai dengan aturan Islam.
“Jadi Allah itu menciptakan manusia untuk hidup dan mendapatkan keturunan,” tuturnya saat menjelaskan salindia (slide) presentasinya yang menampilkan Al-Quran Surat Asy-syura ayat 11.
Selanjutnya Divisi Kerja Sama PSG Unej, Al Khanif, juga berkesempatan menyampaikan pendapatnya soal childfree dari sudut pandang birokrasi dan kebijakan publik. Menurutnya, semakin tinggi tingkat kelahiran di suatu negara, semakin sulit pula negara itu menjadi negara maju. Hal itu juga ia perkuat dengan data dari World Bank terkait relevansi kemajuan suatu negara dengan pertumbuhan penduduk dunia.
Berikutnya, giliran anggota magang PSG Unej, Fatmawati, menyampaikan pendapatnya. Ia mengulas berbagai buku yang membahas childfree, mulai dari yang fiksi hingga non-fiksi. Buku berjudul Childfree & Happy karya Victoria Tunggono menjadi buku yang dibahas paling detail oleh Fatma. Menurutnya, buku tersebut yang notabene non-fiksi mampu menyajikan pembahasan soal childfree dengan ringan.
Selain Fatma, Harum Rizky yang juga salah satu anggota magang PSG Unej menyampaikan pendapat soal bagaimana seharusnya isu childfree dikritisi. Ia menggunakan sudut pandang terkait over populasi dan krisis ekologi. Menurutnya, meskipun pada dasarnya adalah pilihan dan hak privat, childfree bukan satu-satunya pilihan hanya karena pertimbangan over populasi dan krisis ekologi.
Pada sesi diskusi atau tanya jawab seluruh audiens tampak sangat antusias dengan munculnya beberapa pertanyaan baik dari dosen yang hadir maupun mahasiswa. Mereka melontarkan berbagai pertanyaan kepada pembicara sehingga sesi diskusi tersebut berlangsung seru.
Sebelum acara berakhir, Linda Dwi Eriyanti selaku Ketua PSG Unej menyampaikan beberapa hal terkait dengan pandangannya secara umum mengenai tema yang dibahas. Menurutnya, childfree ialah salah satu bentuk bagian dari perjuangan feminis radikal untuk memperjuangkan otoritas tubuh perempuan.
Mewakili lembaga yang diketuainya, Linda menyampaikan bahwa isu childfree diambil untuk menjawab isu yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat.
“PSG merasa perlu mengkaji fenomena yg berkembang di masyarakat. Hal ini berfungsi sebagai bentuk kepedulian sosial dan sebuah upaya untuk berkontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan,” tuturnya saat dihubungi via WhatsApp pada Rabu, 1 Maret 2023.
Soal acara ini, Fitri Fajaria, salah satu dari sekitar 60 total peserta yang hadir mengaku sangat senang mengikuti webinar ini. Menurutnya, isu ini memang harus dibahas.
“Bagus banget, sih. Aku kira PSG bakal mihak satu opini. Tapi ternyata dijelaskan pro-kontra dan ambil netralnya. Menurutku isu ini memang harus dibahas oleh PSG karena dari satu sisi liat influencer yg berbicara childfree ini (baca: Gita Savitri) juga perempuan, makanya bagus banget. Dan aku sangat tertarik ketika isu ini diangkat,” ungkapnya.
Caca, sapaan akrab Fitri, juga menyampaikan harapannya untuk PSG. Menurutnya, diskusi semacam ini perlu diadakan secara rutin.
“Aku rasa PSG masih harus terus (mengadakan) diskusi isu-isu terkini yang ngga hanya tentang kekerasan seksual, tapi hal lainnya yang masih bisa berkaitan dengan PSG juga,” pungkasnya. []
Editor: Rizqi Hasan