Perguruan tinggi selayaknya harus memiliki standar pendidikan yang sama untuk diakses oleh hampir sembilan juta mahasiswa yang berbeda dari seluruh Indonesia guna mencapai kemajuan dalam pendidikan. Hal ini sesuai dengan amanat sila kelima Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian yang disampaikan Dr. Lukman, S.T., M.Hum, direktur sumber daya pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui telekomunikasi Zoom pada acara seminar nasional Semarak Bulan Pancasila Universitas Jember bertema “Pancasila sebagai Pemersatu Kemajuan Pendidikan Menuju Universitas Jember yang Berkelas Dunia” di Gedung Soedjarwo (13/06/2024). Hadir pula pembicara lainnya, yaitu Prof. Dr. Hariyono M.Pd., Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dan Rektor Universitas Negeri Malang, Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H. selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Universitas Jember (Unej) dengan didampingi oleh moderator Pratiwi Puspitha Andini.
Lukman membeberkan bahwa sistem pendidikan di Indonesia sedang mengalami transformasi besar-besaran karena dipacu atas empat perubahan sistemik di negara ini meliputi pergeseran ekonomi Indonesia, sosial budaya dan demografi, perubahan lanskap pasar kerja, dan visi Indonesia 2045. Visi Indonesia 2025 adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang unggul, luhur, adaptif, dan kolaboratif. Visi yang menekankan pada pembangunan SDM ini harus ditopang dengan pengembangan SDM dan sains serta penguasaan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan, pembangunan yang adil, dan pemerkuatan ketahanan nasional dan pemerintahan. “Dalam konteks pendidikan, nilai Pancasila digunakan sebagai kekuatan untuk memimpin dalam pendidikan tingkat global dengan cara mengadakan kolaborasi internasional,” ujarnya. Ia menandaskan bahwa Pancasila tidak hanya sebagai landasan moral dan etis, tetapi juga sebagai alat pemersatu dan memajukan masyarakat Indonesia.
Pembicara kedua, yakni Prof. Hariyono membahas mengenai materi lebih dasar tentang pendidikan perguruan tinggi dan hubungannya dengan Pancasila, yakni tentang pendidikan karakter dan tantangan zaman guna membangun sensibilitas dan rasionalitas untuk Unej mendunia. Pada kenyataannya, tujuan pendidikan adalah pengembangan karakter seseorang. Selain itu, juga dibutuhkan rasionalitas guna menghadapi tantangan zaman. Menurutnya, kampus tengah menghadapi tantangan global sehingga memerlukan cara pandang yang dialektis (saling memengaruhi) dengan relasi antara primordionalitas, nasionalitas, dan global. Hal ini sebab relasi ketiganya tidak boleh dipandang secara dikotomis atau trikotomis.
Hariyono terinspirasi dari sesanti Jong Java, yakni tri koro darmo atau tiga tujuan mulia, diantaranya sakti, budi, dan bakti. “Pendiri bangsa kita tidak memisahkan antara kecerdasan, karakter, dan laku hidup,” tegasnya. Dalam menyemai nilai-nilai Pancasila, terdapat lima pikiran yang perlu dimiliki oleh mahasiswa, yaitu disiplin, sintesis, mencipta, respek, dan etik. Selain itu, untuk menumbuhkan kapasitas belajar SDM, diperlukan variabel pendidik dan subjek pendidik yang berdialog tentang Pancasila, ketuhanan, kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi, dan keadilan sosial.
Fendy Setyawan sebagai pembicara terakhir menyampaikan materi nation and character building. Terdapat tantangan yang disodorkan Fendy pada lima isu strategis, yaitu melemahnya pemahaman tentang Pancasila, menguatnya ekslusivisme sosial, terjadinya kesenjangan sosial, melemahnya pelembagaan Pancasila, dan lemahnya keteladanan dan perilaku baik. Tantangan tersebut tidak terlepas dari perkembangan sikap dan perilaku masyarakat kekinian yang makin individualis, berkembang faham fundamentalisme pasar, fundamentalisme agama, menguatnya paham kosmopolitanisme, dan melemahnya budaya kewargaan berupa gotong-royong.
Idealnya, Pancasila harus menjadi pedoman hidup masyarakat, paradigma pengetahuan, dan menjadi dimensi tindakan. Hal demikianlah yang dimaksud oleh Soekarno bahwa ideologi harus mampu memadukan tiga dimensi, yakni ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Fendy mengungkapkan bahwa terdapat masalah dalam ketertarikan mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila serta kapasitas dan kuantitas dosen yang mengajar materi Pancasila. Masalah ini perlu dibenahi dengan mengevaluasi kurikulum pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
Materi Fendy ditandaskan dengan menunjukkan peta potensi Unej dan rencana pengembangan akademik. Konsep glokalisasi dianut oleh Unej untuk memetakan milestones 2024-2043: pada 2024-2028 UNEJ adalah tahap transformasi (autonomous and becoming WCU), rentang 2029-2033 adalah tahap penguatan (unggul secara global), tahun 2034-2039 adalah tahap pemantapan (sustainable), dan pada 2039-2043 Unej sebagai pelopor (leading).
Reporter: Haikal Faqih
Penulis: Haikal Faqih
Editor: Alya Aurellia Ananta
Ilustrasi: Ridho Ismail
Pers Tegalboto
Menuju Pencerahan Masyarakat