Menilik Perilaku Investasi Masyarakat Indonesia

Menilik Perilaku Investasi Masyarakat Indonesia

Tegalboto – Literasi keuangan kembali menjadi sorotan setelah penggunaan platform digital oleh masyarakat Indonesia.  Siaran pers Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2019 mengenai Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLIK) menunjukkan indeks literasi keuangan nasional mencapai 38,03% dimana angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu 29,7%.  Namun, Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas Tarihoran menyatakan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih rendah.

Hal yang menjadi penyebab adalah minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah.  Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Programme for International Student Assesment (PISA), Indonesia berada di peringkat 72 dari 78 negara dalam hal literasi pada bidang matematika.  Adapun pemberian edukasi mengenai keuangan pun secara umum masih sepotong-potong dan cenderung tidak mengikuti zaman.

Literasi keuangan sendiri bukan hanya tentang mengetahui jumlah nominal rupiah, wajah pahlawan di uang kertas, atau sistem pembayaran.  Menurut Remund (2010) terdapat lima pilar dari literasi keuangan yakni pengetahuan tentang konsep keuangan, kemampuan untuk berkomunikasi tentang konsep keuangan, kemampuan untuk mengelola keuangan pribadi, kemampuan dalam membuat keputusan keuangan, dan keyakinan untuk membuat perencanaan keuangan masa depan.

Investasi adalah contoh dari perencanaan keuangan di masa depan.  Ia dapat dikatakan sebagai penempatan dana dalam bentuk-bentuk kekayaan lain selama periode tertentu, untuk memperoleh hasil dari peningkatan nilai (capital gain.)  Peningkatan tersebut berkaitan dengan imbal hasil (return) yang diperoleh, seperti halnya deviden/kupon pada saham maupun obligasi.

Investasi memerlukan penentuan tujuan yang berlanjut, pemilihan strategi portofolio maupun aset.  Juga perlu diperhatikan tingkat risikonya.  Semakin tinggi risiko investasi, maka semakin besar return diperoleh dan begitu pun sebaliknya, semakin rendah risiko investasi maka semakin rendah juga return diperoleh (High return high risk.)  Maka dapat dikatakan bahwa risiko dengan imbal hasil memiliki kesalarasan. Lalu, seperti apa perilaku investasi masyarakat Indonesia?

Secara umum perencanaan keuangan yang dilakukan sebatas memenuhi kebutuhan sehari-hari.  Sisa dari pengeluaran tersebut akan menjadi tabungan.  Terlihat bahwa penduduk Indonesia keseluruhan berada pada tingkat pendapatan rendah dan menengah.  Karakteristik seseorang berpendapatan rendah yakni penghasilan yang diterima langsung dikonsumsi pada waktu yang sama.  Dengan tidak memiliki perencanaan keuangan di masa depan, maka sangat tidak mungkin melakukan investasi.  Kalau pun ada, Masyarakat Indonesia kebanyakan merupakan investor pemula.

Investor pemula memiliki  kecenderungan pemikiran  investasi serendahnya, untuk mendapatkan imbal-hasil setingginya.  Juga lebih memilih tingkat risiko investasi yang rendah.   Tentu hal ini sangat tidak selaras dengan high return high risk.  Pola pemilihan aset pada investasi fisik pun hanya sebatas emas, tanah, maupun rumah.  Sementara, investasi non-fisik cenderung dilakukan hanya dengan modal sebuah telepon pintar dan aplikasi.  Investasi reksadana misalnya, kini dapat dilakukan melalui genggaman tangan berkat adanya teknologi Robo Advisor.

Harry Markowitz peraih Nobel melalui riset Modern Portfolio Theory, menggunakan teknologi Robo Advisor untuk membagi profil resiko investasi menjadi tiga jenis.  Pertama, konservatif dimana portofolio investasi lebih berat terhadap pasar uang dan pendapatan tetap dengan imbal hasil diatas angka inflasi secara konsisten.  Kedua, moderat dimana portofolio investasi lebih berat di pendapatan tetap dan pasar uang dengan meningkatkan diverifikasi diikuti risiko moderat. Terakhir, agresif dimana protofolio lebih berat di saham dibantu sedikit diverifikasi dengan risiko tinggi.

Bagi investor pemula akan memilih aset berharga seperti reksadana dan pasar uang dimana memiliki tingkat risiko rendah dengan trend stabil naik meskipun saat ini di kondisi ekonomi mengalami ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.

 

Editor: Bagus

Leave a Reply