Jember-Tegalboto, Unit Kegiatan Mahasiswa Pers Kampus (UKMPK) Tegalboto Universitas Jember menggelar acara TB Schule 2025 bertajuk Suara di Balik Layar: Menelisik Perjuangan Pekerja Media Melalui Film Dokumenter “Cut to Cut” di Home Theater FIB pada Minggu, (26/15).
Kegiatan ini dibuka dengan pemutaran film dokumenter “Cut to Cut”, dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama sutradara film, Miftah Faridh, serta berbagi pengalaman dunia kerja media oleh Rizki Hasan, mantan jurnalis Jawa Pos Radar Banyuwangi.
Film “Cut to Cut” berdurasi sekitar 45 menit tersebut mengangkat isu krusial terkait beberapa jurnalis CNN Indonesia yang secara sepihak diPHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tidak hanya itu saja, isu-isu yang dibahas juga memuat pemotongan upah sepihak, pemutusan hubungan kerja karena pendirian serikat pekerja, hingga diskriminasi terhadap pekerja perempuan juga menjadi sorotan utama dalam film dokumenter.
Menurut Wulan Faradila, Ketua UKMPK Tegalboto, pemilihan film “Cut to Cut” sebagai pembuka rangkaian TB Schule bukan tanpa alasan. Melalui sambutan pembuka acara ia menuturkan, “Pembukaan TB Schule ini bisa menjadi titik awal bagi kami untuk belajar membuat video dokumenter seperti ini. Kita juga bisa belajar langsung dari sutradaranya, sekaligus memperdalam pemahaman dengan sosok-sosok yang telah menyelam lebih dulu di dunia jurnalistik.”
Lalu, dilanjutkan sesi penayangan film dokumenter. Setelah penayangan film, diskusi dimoderatori oleh Laili Hikmah dengan pemantik Miftah Faridh. Miftah membagikan kisah di balik layar produksi film dan pentingnya keberpihakan media pada para jurnalis yang bekerja di sana. Sesi selanjutnya, diisi oleh Rizki Hasan yang mengajak peserta untuk mengenal lebih dekat realita menjadi pekerja media saat ini yang bisa dikatakan sulit dalam mendapatkan kesejahteraan ekonomi.
Salah satu peserta, Sultan Samsaulhibad, anggota UKMPK Tegalboto, menyampaikan kesannya setelah menonton film tersebut. Ia mengapresiasi penyajian film yang informatif dan mudah dipahami, tetapi juga menyoroti realita sosial yang ditampilkan.
“Dari sisi pembuatan, film ini sangat bagus dan jelas. Namun, yang paling menyentuh adalah bagaimana film ini menunjukkan ironi di balik dunia media besar. Ternyata, bahkan lembaga pers sebesar CNN pun tidak sepenuhnya lepas dari sistem kapitalisme. Dari film ini saya jadi lebih memahami seperti apa lingkungan kerja seorang jurnalis di dunia nyata,” ungkapnya.
Acara ini tidak hanya sebagai ruang diskusi bagi para peserta mengenai dunia film dokumenter dan media, tetapi juga membuka cakrawala kritis terhadap isu keadilan sosial ketenagakerjaan di Indonesia.
penulis: Laili Hikmiah
penyunting: Anabela Septyana
Pers Tegalboto
Menuju Pencerahan Masyarakat