Koalisi Tolak Pelecehan Seksual Adakan Aksi Virtual: Menyamakan Persepsi Terkait Kekerasan Seksual

Tegalboto –Selasa (13/4) Koalisi Tolak Pelecehan Seksual mengadakan Aksi Virtual: #UNEJSPEAKUP melalui Zoom Meeting. Aksi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi publik terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Jember. Sebuah respon atas terlambatnya (lagi) regulasi dari rektorat dalam mencegah kekerasan seksual selepas kasus #KamiRuri.  Hingga menyebabkan terjadinya kasus baru, yaitu #SuaraUntukNada.

Aksi dimulai pukul 10.30 WIB, dengan pemutaran lagu Indonesia Raya. Dilanjutkan pidato dari organisasi Perempuan Mahardika. Norma Aulia, selaku perwakilan dari Perempuan Mahardika, memaparkan bagaimana status pendidikan tinggi tidak (lagi) menjadi jaminan bagi seseorang untuk memiliki kesadaran gender.  Regulasi kampus tentang kekerasan seksual harus segera diselesaikan.

“Melihat kasus kekerasan seksual yang dialami anak di bawah umur, hal ini akhirnya juga menjadi bumerang bagi Kabupaten Jember yang menobatkan diri sebagai ‘kabupaten ramah anak.” Jelas  Norma.

Acara dilanjutkan dengan pemaparan kasus kekerasan seksual oleh perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ideas dan LPM Imparsial. Wardah, selaku perwakilan LPM Ideas, menyampaikan bagaimana kronologi terungkapnya kasus kekerasan seksual (#KamiRuri) di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), Universitas Jember, yang tidak mudah. Penyintas sering kali merasa takut untuk bercerita. Terlebih, setelah sekian lama kasus berlalu, Universitas Jember tidak kunjung menyelesaikan regulasi dan akses ramah gender yang dijanjikan. Salah satunya adalah fitur laporan untuk penyintas melalui aplikasi SISTER.

Trisna Dwi, selaku perwakllan LPM Imparsial juga sepakat dengan apa yang disampaikan Wardah.  Regulasi sangat dibutuhkan untuk menghapuskan kasus kekerasan seksual. Ia masih menunggu janji Iwan Taruna, selaku Rektor Universitas Jember, untuk mempercepat pengadaan regulasi tersebut. Dalam memberitakan kasus #SuaraUntukNada, Trisna menuturkan telah berkoordinasi dengan banyak pihak, baik itu Pers mahasiswa, LBH (Lembaga Bantuan Hukum) dan beberapa organisasi perempuan di Jember, seperti: Woman March, PSG (Pusat Studi Gender), Perempuan Mahardika, PPT (Pelayanan Perempuan Terpadu), dan beberapa organisasi lain.

“Rektor Universitas Jember telah menyanggupi untuk menyelesaikan kasus (#SuaraUntukNada) ini.  Beliau juga mengatakan bahwa Universitas Jember akan dijadikan sebagai percobaan Rancangan Peraturan Menteri terkait Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di wilayah kampus. Peraturan menteri (permen) rencananya akan diadopsi menjadi peraturan rektor.” Tutur Trisna.

Sabta Diana, selaku perwakilan dari LBH Jentera, yang mendampingi Nada (nama samaran) mengatakan bahwa proses penyelesaian kasus kekerasan seksual harus dilakukan melalui sudut pandang penyintas. Proses tersebut meliputi: laporan media, pendampingan secara psikologis, serta proses hukum yang harus dilalui. Trauma yang dialami penyintas perlu dijadikan pertimbangan.  Sabta juga berterima kasih atas segala bantuan dan dukungan yang dilayangkan. Ia berharap agar Koalisi Tolak Pelecehan Seksual sabar mengawal proses penyeselaian kasus #SuaraUntukNada.

 

Perkembangan Kasus #SuaraUntukNada

Sejak diberitakan melalui web Persma Imparsial dengan judul “Kasus Pencabulan, Dosen UNEJ Terduga Pelaku”, kasus tersebut menuai banyak komentar. Tidak sedikit yang menyayangkan peristiwa serupa dapat terjadi kembali dalam lingkungan kampus.

Solehati, selaku perwakilan dari Pelayanan Perempuan Terpadu (PPT), hari ini (13/4) menyampaikan kabar bahwa gelar perkara atas kasus #SuaraUntukNada telah selesai.  Pelaku (berinisial RH) telah ditetapkan sebagai tersangka.  Dalam hal ini pihak PPT maupun LBH Jentera mengapresiasi kerja kepolisian yang cepat tanggap.  Koalisi Tolak Pelecehan Seksual berharap segera dilakukan penahanan atas pelaku.  Semuanya sepakat akan mengawal kasus kekerasan seksual, baik itu di dalam maupun di luar kampus.[]

 

Reporter: Reihan Dwi

Fotografer: Masfihani Qois

Editor: Uswatun Khasanah

Leave a Reply