Rekomendasi Sanksi Kekerasan Seksual Dipertanyakan Publik, Ini Jawaban Satgas PPKS Unej

Jember, Tegalboto – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jember (Fisip UNEJ) mengunggah sebuah postingan lewat akun medsosnya @fisip_terkemuka pada Selasa, (19/11/2024). Postingan tersebut buntut dari sebuah kasus kekerasan seksual yang telah dilakukan oleh mahasiswanya, Ilham Maulana. Pihak Fisip UNEJ mengunggah permintaan maaf pelaku secara terbuka, diikuti dengan keputusan penjatuhan sanksi akademik berupa skorsing selama dua semester atau satu tahun.

Dilansir dari unggahan yang berbeda, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan kasus Kekerasan Seksual (Satgas PPKS UNEJ), menjelaskan bahwa publikasi permohonan maaf merupakan upaya tindak lanjut dan sanksi yang telah ditetapkan dalam keputusan rektor atas kasus tersebut. Lebih lanjut, unggahan permohonan maaf dan putusan sanksi tersebut ternyata melahirkan banyak polemik. Banyak pihak kecewa mengingat sanksi yang dijatuhkan masih dianggap ringan.

Beberapa mahasiswa mengungkapkan kekecewaannya atas sanksi skorsing satu tahun terhadap pelaku kekerasan seksual di akun Instagram resmi FISIP UNEJ. Akun @elsaekavit mempertanyakan keberpihakan kampus terhadap korban dan menilai sanksi hanya demi menjaga nama baik institusi, sementara @mirzaaa.hq menganggap sanksi tersebut terlalu ringan dan menyarankan agar pelaku langsung di-drop out (DO) karena dianggap tidak cukup memberikan efek jera.

Redaksi UKPKM Tegalboto mencoba untuk menghubungi Ketua Satgas PPKS UNEJ pascaputusan tersebut. Kami baru berhasil mewawancarai empat hari seusai unggahan Fisip UNEJ tayang. Berdasarkan rekomendasi tersebut, Ketua Satgas menyatakan tetap menjunjung tinggi putusan Rektor Universitas Jember. Mereka memilih untuk tidak mempublikasikan rekomendasi tersebut. Ia juga menyebut bahwa lebih ringan atau beratnya putusan hanya diketahui oleh Satgas PPKS UNEJ. 

“Rekomendasi itu tidak kami publish. Putusan rektor itu tetap kami junjung tinggi. Perkara lebih ringan atau lebih berat, itu kami yang tahu. Kami tidak mau mem-publish itu,” ucap ketua Satgas PPKS UNEJ, Fanny Tanuwijaya dalam sebuah wawancara bersama Tim Satgas PPKS UNEJ pada Jumat, (22/11/2024).

Salah satu tim Satgas PPKS UNEJ juga menjelaskan lebih lanjut terkait rekomendasi tersebut. Bahwa tugas dan wewenang Satgas PPKS hanya memberikan rekomendasi kepada pimpinan tertinggi universitas yang dalam hal ini adalah rektor Universitas Jember.

“Jadi tugas satgas (PPKS) itu memang memberikan rekomendasinya kepada pimpinan universitas, yaitu kepada rektor, bukan yang lain,” ucap Rokhani yang merupakan Humas Satgas PPKS UNEJ.

Ketua Satgas PPKS UNEJ juga menyampaikan bahwa terkait kasus ini ia telah merekomendasikan beberapa alternatif kepada pimpinan. Termasuk skorsing sebagaimana tertera dalam surat pernyataan yang telah beredar di beberapa media dan akun resmi media sosial unit kerja terkait.

“Kami merekomendasikan beberapa alternatif (sanksi) yang diserahkan kepada pimpinan. Semua kasus begitu. Kami menyerahkan beberapa, ada 2-3 rekomendasi. Rekomendasi itu tergantung kepada kasus yang dilakukan oleh pelaku. Termasuk ringan, sedang, atau bahkan berat. Setelah menjalani proses BAP yang sifatnya rahasia baru kami menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan,” jelas Fanny.

Salah satu Tim Satgas PPKS UNEJ yang merupakan bagian dari Divisi Pencegahan dan Penanganan Pengaduan (P3), Sari Dewi mengungkapkan bahwa rekomendasi oleh satgas bukanlah keputusan final. Artinya keputusan sanksi administratif diputuskan berdasarkan musyawarah mufakat dengan melibatkan banyak pihak, yaitu rektor, pimpinan unit kerja, satgas, wakil rektor bidang kemahasiswaan yang dikumpulkan dalam sebuah rapat pleno.

“Setelah satgas memutuskan rekomendasi, rekomendasi tersebut kemudian diserahkan kepada pimpinan tertinggi perguruan tinggi, yaitu rektor. Kemudian rektor mengundang pihak-pihak terkait, termasuk rektor, wakil rektor bidang kemahasiswaan, pimpinan unit kerja, satgas. Itu dikumpulkan dalam sebuah rapat pleno. Lalu kita putuskan di situ. Jadi, hasil ini memang sudah berdasarkan banyak pertimbangan,” jelas Sari.

Terkait kasus ini tidak ada korban yang meminta untuk melakukan pendampingan dengan psikolog. Sari juga menjelaskan bahwa dalam klausa penanganan kasus, Tim Satgas PPKS harus menanyakan apakah korban bersedia atau membutuhkan pendampingan psikolog. Jika memang tidak bersedia, Satgas PPKS sebagai pihak yang menangani pun tidak memaksa.

“Jadi dalam penerimaan laporan itu memang ada klausul pertanyaan, ‘apakah anda bersedia atau membutuhkan bantuan psikolog atau engga?’. Jika membutuhkan, ya kami layani. Jika tidak, ya, kami tidak memaksa. Karena semua treatment yang kami lakukan atas persetujuan korban. Dan itu semua di BAP,” ungkapnya.

Sari juga menjelaskan bahwa dalam rentang waktu 6 tahun ini tidak pernah ada korban yang mengirim foto bernuansa seksual. Jadi isinya rayuan dengan menggunakan identitas orang lain. “Kami mengambil rentang waktu yang paling lama, pelaku melakukan tindak kekerasan seksual ini, yaitu 6 tahun,” tambahnya.

Keputusan rekomendasi terkait kasus ini, Satgas mempertimbangkan beberapa hal. Diantaranya bukti-bukti, keinginan korban, dan kronologi kasus. “Dalam kasus ini (pertimbangannya) ya bukti, keinginan korban, kronologi kasusnya,” tutur Fanny.

Ketua Satgas tersebut juga menegaskan bahwa sampai kapanpun akan tetap berpihak pada korban. Satgas PPKS melalui tugasnya tetap berupaya untuk membuat lingkungan kampus yang aman dan nyaman. Harapannya khalayak tidak menyamaratakan setiap kasus yang ada. Artinya harus ada penelusuran lebih lanjut. Pun termasuk kasus ini yang meskipun dalam rentang waktu enam tahun, tidak sekalipun korban mengirim foto atau video bernuansa seksual.

“Menggarisbawahi dari Bu Sari tadi bahwa selama rentang waktu 6 tahun itu tidak sekalipun korban mengirim foto bugil atau apapun. Kalau dalam istilah orang Jawa jangan menggebyah uyah (jangan menyamaratakan) semuanya. Misal (berasumsi) korban itu semua sudah dimintai foto bugil misal. Kami tetap berpihak kepada korban. Karena tugas satgas begitu, membuat aman dan nyaman di kampus. Itu tujuannya,” pungkas ketua Satgas PPKS UNEJ itu.

Sebagai informasi, kasus ini mencuat pertama kali ke publik saat salah seorang pengguna X @irenedelyn membuat sebuah postingan melalui akunnya. Dalam postingan tersebut Ia mengingatkan untuk hati-hati kepada pelaku “”Be careful of this monster (hati-hati dengan monster ini). Aku tau nama dia udah jelek banget apalagi di Jember. But I warn you (tapi aku mengingatkan kalian), orang ini kriminal, dia sakit jiwa,” tulisnya.

“Dia bikin ratusan akun palsu yang ngaku-ngaku jadi orang lain cuma buat dapet nudes (foto bugil) kamu. I will give all the proofs once this blow up (aku akan berikan semua buktinya setelah ini viral),” tulisnya lebih lanjut.

Postingan tersebut kemudian berpindah ke Instagram oleh pengguna yang berbeda. Salah satu korban mengunggah kompilasi data diri pelaku. Bahkan unggahan Instagram tersebut berisi bukti-bukti dalam melancarkan aksinya kepada korban.

 

Penulis: Fatmawati & Subahtiyar (Magang)

Reporter: Mario (Magang)

Foto: Adi Bagas

editor: Haikal

Leave a Reply