Hal-hal yang Menghangatkan Dada dari ‘Seni Memahami Kekasih’

Kisah cinta, kesederhanaan, masyarakat kelas bawah, dan kemiskinan adalah sejumlah sajian yang akan dipertontonkan ketika kita rela membayar selembar tiket untuk film ini. Semuanya dikemas dengan jenaka. Meskipun pada dasarnya kejenakaan sering membuat miris dan merenung sejenak. Sama seperti halnya Film Seni Memahami Kekasih garapan Sutradara Jeihan Angga. Di sela-sela gelak tawa, ada banyak hal yang perlu direnungi. Ironi bertebaran sudah serupa debu-debu di bangku bioskop yang remang-remang itu.

Film ini merupakan sebuah adaptasi dari buku Agus Mulyadi dengan judul yang sama, yaitu Seni Memahami Kekasih. Tidak muluk-muluk, penyampaian cerita dalam film memang dikemas secara ringan sesuai dengan sasaran penonton yang ditargetkan. Kira-kira film ini dapat ditonton oleh pasangan muda-mudi, laki-laki dan perempuan jomblo, ataupun bapak-ibu yang hendak melepas penat ke bioskop. Ringkasnya, film ini akan berkisah bagaimana seorang tokoh Agus–diperankan oleh Elang El Gibran–yang mencintai Kalis dengan apa adanya dan ugal-ugalan, kira-kira begitu kalau kata anak Gen Z sekarang.

Kisah diawali dengan menampilkan tokoh Kalis yang diperankan oleh Febby Rastanty sedang menggendong seorang bayi. Bayi tersebut merupakan anak dari sahabatnya. Latar yang diambil pada scene tersebut adalah di depan Pengadilan Agama. Saat itu sahabatnya, Rahayu–diperankan oleh Sisca Saras–sedang menjalani sidang perceraian dengan suaminya. Penempatan scene ini pada pembuka film merupakan hal yang tepat. Karena hal tersebut juga akan menjadi pemicu kisah-kisah lainnya.

Dikisahkan bahwa tokoh Kalis dan Agus pertama kali bertemu dalam sebuah bedah buku penulis kenamaan, Rusdi Mathari. Mereka bertemu sebagai audiens acara tersebut. Saat itu, Kalis sudah menjadi penulis lepas dalam sebuah platform dan Agus merupakan editornya. Sejak pertemuan pertama, mereka menjadi semakin dekat. Agus rela mengendarai motor dari Jogja menuju Solo untuk bertemu dengan Kalis.

Proses pendekatan keduanya sebenarnya terbilang lama dan harus menghadapi berbagai rintangan. Ketika ragu, Kalis selalu menghilang dan mengacuhkan Agus. Keraguan Kalis sebenarnya muncul dari ketidakpercayaannya pada laki-laki. Ia sering dibayang-bayangi bahwa Agus hanya bisa bertingkah manis diawal dan akan sama seperti lelaki kebanyakan. Meskipun pada akhirnya semua itu terpatahkan. Secara detail kamu bisa temukan sendiri laku hangat Agus kepada Kalis dalam film ini.

Ada beberapa poin yang melekat dalam ingatan saya pasca keluar dari bioskop. Saya hendak menjabarkan dengan sederhana, semoga dapat diterima.

Apakah Kamu Malu Mempertontonkan Kemiskinan Kepada Pasangan?

Tentu tidak bagi Agus dan Kalis. Keduanya seperti bisa menyikapi kemiskinan sebagai sesuatu yang jenaka. Tapi herannya, melalui film ini Agus selalu punya caranya tersendiri menghadapi semuanya. Dalam sebuah cuplikan ada percakapan antara Kalis dan Agus yang terngiang-ngiang di telinga. Kira-kira percakapannya begini:

“Kamu ngga pengen apa liburan naik mobil? Lebih gede dan gagah gitulo” ucap Kalis

“Ya kalau pengen yang gagah, beli kuda, jangan beli mobil” timpal Agus.

Seisi bioskop tentu tertawa melihat respon Agus. Karena film ini memang berdasarkan kisah nyata, tokoh Kalis tetap digambarkan seseorang yang visioner dan petarung sebagaimana Kalis dalam kehidupan nyata. Tokoh Agus sebagai orang yang santai tapi tetap berpikir secara mendalam. Hal itulah yang tampak sepanjang pemutaran film berlangsung.

Mereka berdua sama sekali tidak malu mempertontonkan kemiskinan yang sama-sama dialaminya. Hemat saya, kemiskinan bagi mereka adalah bagian dari pacuan untuk mewujudkan mimpi. Relasi yang sehat saat dijalin keduanya memang menjadi kunci. Mereka bahkan sampai punya mimpi bersama untuk membuat toko buku dengan nama Akal yang merupakan singkatan dari Agus-Kalis. Mimpi ini muncul karena memang keduanya sama-sama menyukai buku.

Bukan Hanya Persahabatan, Tapi Persaudarian

Ketika pendidikannya hampir berakhir di sekolah menengah, Kalis harus dihadapkan pada fakta bahwa sahabatnya, Rahayu, harus bercerai dengan suaminya. Perceraian itulah yang menghantui pikiran Kalis saat berkuliah.

Sebelum berkuliah, Kalis mempunyai 3 orang sahabat dengan kisah dan latar belakang berbeda. Ketiganya tidak melanjutkan pendidikan sebagaimana Kalis. Mereka akrab dengan panggilan Rahayu, Fatima, dan Wanti. Rahayu adalah salah satu dari keempat orang dalam persahabatan tersebut yang tidak beruntung dalam menjalani kehidupan rumah tangganya. Ia terpaksa harus menjadi single mom. Dan suatu hari harus berangkat bekerja sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).

Sebagaimana persahabatan pada umumnya, keempat orang tersebut punya dinamika masing-masing. Terpaksa harus menjadi TKW atau ditinggal oleh suaminya. Dan mungkin Kalis adalah salah satu yang beruntung dapat melanjutkan pendidikan pada suatu kampus di Solo.

Melihat persahabatan mereka mungkin juga dapat membuat banyak orang yang pernah tinggal di desa bernostalgia. Persahabatan dengan kondisi demikian biasanya jarang bertahan lama. Bisa-bisa menjadi asing karena merasa minder antar satu dengan yang lain. Persahabatan bisa juga merasa saling canggung dan merasa tidak setara. Dalam sebuah pertemanan semisal salah satunya telah menempuh pendidikan tinggi dan yang lainnya sudah berumah tangga, maka akan menjadi sangat renggang.

Tanpa berniat mendiskreditkan, tapi hal tersebut sepertinya banyak dialami oleh beberapa anak muda yang tinggal di desa dan merantau untuk pendidikan. Dan dalam film ini justru sebaliknya. Persahabatan bukan lagi hanya persahabatan namun sudah berwujud persaudarian. Meskipun dalam film, Rahayu sebagai sahabat Kalis tampak sedikit menyebalkan pada bagian awal. Rahayu seolah selalu bertentangan dengan Kalis yang sepertinya sudah tertarik pada tokoh Agus. Namun, penonton sedikit maklum karena memang pengalaman pelik Rahayu dalam rumah tangganya menjadikannya memandang semua laki-laki buruk.

Tawaran Unik Untuk Menghadapi Pasanganmu

Film ini benar-benar menjawab seni yang bagaimana agar kita dapat memahami kekasih kita misalnya. Antara Agus dan Kalis punya cara yang berbeda dalam mencintai. Kalis diselimuti trauma masa lalu. Sedangkan Agus cenderung santai menjalani hidupnya. Namun, Agus tampak mencintai Kalis dengan sangat.

Banyak tawaran yang dilakukan oleh Agus ketika menghadapi Kalis saat traumanya muncul. Ini adalah bagian dari ikhtiar untuk memahami pasangan. Agus bukan menyerang dan marah balik ketika Kalis sedang gundah dengan dirinya.

Pertama, Agus selalu melibatkan orang-orang di sekitar Kalis untuk membuatnya memaafkan dan mengulik apa yang sebenarnya terjadi. Misal ada tokoh Pak RT, Pak Kos, hingga tukang obat sakit lambung juga dilibatkan oleh Agus. Begitu kreatif bukan?

Kedua, meski didesak dengan permintaan menikah dari Kalis, Agus bukan marah dan lantas meninggalkannya. Ia cenderung banyak mendengarkan Kalis. Mencoba mengulik dan memahami berdasarkan cara pandang Kalis. Di akhir, tanpa banyak bicara semua itu terjadi dengan begitu mulus. Ibaratnya, Agus tak hanya mencintai dengan kata-kata, tapi dengan tindakan nyata.

Kalau kalian menonton ini, terutama untuk para lelaki bisa saja dicatat hal-hal apa yang dilakukan Agus kepada Kalis. Biar tidak kebingungan barangkali ketika dihadapkan pada peristiwa yang sama. Meskipun setiap hubungan pasti berbeda, sih. Akan tetapi, poin penting dalam sub bahasan ini sebenarnya adalah film ini juga menawarkan contoh pola yang sehat dalam sebuah hubungan. Dan percayalah hal-hal demikian membuat dada penonton hangat.

 

Penulis: Fatmawati

Editor: Muh Slamet Hariyadi

Ilustrasi: Fatmawati

 

Pers Tegalboto

Menuju Pencerahan Masyarakat

Leave a Reply